Rabu, 07 Januari 2015

UAS QUNUT, Sri Lestari

JAWABAN UAS “QUNUT
DESAIN WEB DAN GRAFIS ISLAM
DOSEN PEMBIMBING : Khairi S.Hi M.Hi
 










OLEH  :
SRI LESTARI
201410020311045

AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014/2015

PENDAHULUAN

Qunut merupakan doa yang di baca pada rakaat terakhir sesudah I’tidal dengan bacaan tertentu (misalnya Allahummahdini…dst.) yang di baca hanya pada waktu shalat shubuh saja, maka hadistnya tidak kuat. Doa qunut ada dua: qunut witir dan qunut Nazilah. Qunut witir merupakan qunut yang di lakukan saat shalat shubuh di rakaat terakhir. Qunut Nazilah adalah doa qunut yang di bacakan ketika musibah atau kesulitanmenimpa kaum muslimin, seperti peperangan, terbunuhnyakaum Mu’minin,dan mendoakan kecelakaan atau kekalahan bagi orang-orang kafir dan musyrikin yang memerangi kaum muslimin. Akan tetapi masih banyak perselisihan hadist tentang qunut ini, oleh karena itu akan di paparkan kejelasannya di bawah ini.





RUMUSAN MASALAH
1.     Bagaimana tahrij hadistny?
2.     Bagaimana hokum qunut?






PEMBAHASAN
Bagaimana tahrij Hadistnya?
Baik Imam Maliki maupun Imam Syafawi bahwa qunut itu hukumnya sunnat. Tetapi kata Imam Ishak bahwa hal itu di kerjakan ketika ada bencana saja dan hukumnya sunnat (bukan wajib ). Dan pendapat Imam Hanafi bahwa orang yang menjadi makmum yang ketika itu imamnya membaca qunut pada shalat shubuh maka makmum tidak perlu mengikutinya. Tetapi Imam Ahmad menyebutkan bahwa hal itu (qunut shubuh ) boleh di ikuti. Dan ketika membaca qunut shubuh di sukai dengan mengangkat kedua belah tangan, tetapi pendapat Imam Malik bahwa hal itu tidak perlu mengangkat kedua belah tangan.
Meskipun banyak perbedaan pendapat para Madzhab kita tidak boleh serta merta menerimanya dengan langsung, untuk itu qur’an dan hadistlah tempat kita kembali. Seperti hadist yang telah di jelaskan di atas. Berikut adalah hadist lain yang menjelaskan tentang qunut :
“Dari Ibnu Abbas : Adalah Rasulullah saw. Mengajarkan pada kita suatu doa qunut pada shalat shubuh., yaitu : Allahummahdinii fii man hadaiiyt…..dst. (hadist riwayat baihaqy).”  Menurut al-Hadizh Ibnu Hajar bahwa hadist tersebut pada sanadnya lemah. (hadist dho’if).
Tetapi menurut riwayat  Anas bahwa,” Rasulullah saw membaca doa qunut selama sebulan (yaitu pada semua shalat fardhu) untuk mendoakan mereka yang gugur dari para sahabatnya di Biir Maunah kemudian di tinggalkannya, adapun qunut pada shalat shubuh Beliau senantiasa membacanya hingga masa meninggalnya.” (H.R Hakim).
Akan tetapi oleh ahli hadist di sebutkan bahwa hadist yang menyatakan riwayat Rasul senantiasa membaca doa qunut pada setiap shalat shubuh adalah termasuk hadist dho’if karena pada sanadnya terdapat seseorang yang bernama Abu Ja’far ar-Razy yang di nyatakan lemah oleh Ahmad atau ahli hadist lainnya.
Oleh karena itu tidak ada alasan lagi untuk mewajibkan qunut pada sholat shubuh karena hadist yang bersangkutan adalah dho’if, itu berarti tidak bisa di gunakan sebagai pedoman. Adapun hadist lain yang menjelaskan tentang qunut adalah dari Annas,
“Dan menurut riwayat Annas : bahwa Nabi saw membaca doa qunut selama sebulan guna mendoakan segolongan masyarakat Arab (sebagai doa kutukan), kemudian Beliau menghentikannya.” (H.R Muslim).
Sudah jelas bahwasannnya Rasulullah saja membaca qunut hanya pada waktu tertentu jadi di sini tidak di wajibkan sama sekali. Dengan demikian yang di syari’atkan adalah qunut Nazilah, yaitu qunut yang di baca ketika terjadi suatu bencana yang sedang menimpa ummat islam misalnya munculnya penyakit menular yang muncul dengan mendadak, terjadi kerusuhan-kerusuhan besar lainnya. Maka sunnatlah untuk membacakan doa qunut itu sesudah I’tidal pada penghabisan rakaat pada semua shalat fardhu.
Imam at-Tirmidzi berkata: “Ahmad (bin Hanbal) dan Ishaq bin Rahawaih telah berkata :
“Tidak ada qunut dalam shalat Fajar (Shubuh) kecuali bila terjadi Nazilah (musibah) yang menimpa kaum Muslimin. Maka, apabila terjadi sesuatu, hendaklah Imam (yakni  Imam kaum Mus-limin atau Ulil Amri) mendo’akan kemenangan bagi tentara-tentara kaum  Muslimin.” [Tuhfatul Ahwadzi Syarah at-Tirmidzi II/434]
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas r.a, bahwa Rasulullah saw. melakukan qunut satu bulan berturut-turut pada shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, ‘Isya dan Shubuh di akhir rakaat setiap shalat, yakni apabila beliau telah membaca doa I’tidal dari raka’at terakhir, Rasulullah saw mendo’akan kecelakaan atas mereka, satu kabilah dari Bani Sulaim, Ri’il, Dzakwan dan Ushayyah sedangkan orang-orang yang di belakang beliau mengaminkannya. 1
Hadits-hadits tentang qunut Nazilah banyak sekali, dan dilakukan pada semua shalat, yaitu shalat lima waktu sesudah ruku’ di raka’at yang terakhir.








BEBERAPA HADITS SHAHIH TENTANG QUNUT NAZILAH

Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah saw. pernah qunut selama satu bulan secara terus-menerus pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, Isya dan Shubuh di akhir setiap shalat, (yaitu) apabila ia mengucap Sami’Allahu liman hamidah di raka’at yang akhir, beliau mendo’akan kebinasaan atas kabilah Ri’lin, Dzakwan dan ‘Ushayyah yang ada pada perkampungan Bani Sulaim, dan orang-orang di belakang beliau mengucapkan amin. [HR Abu Dawud [al-Musnad (I/301-302)], Ibnul Jarud [Mustadrak (I/225-226)], Ahmad [Sunanul Kubra  (II/200 & II/212)], al-Hakim dan al-Baihaqi [al-Musnad III/115, 180, 217, 261 & III/191, 249]. Dan Imam al-Hakim menambahkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma  berkata: Beliau Saw. pernah mengutus para da’i agar mereka  (kabilah-kabilah itu) masuk Islam, tapi malah mereka membunuh para da’i itu. ‘Ikrimah  berkata: Inilah pertama kali qunut diadakan. [Irwaa-ul Ghalil II/163].
Dari Anas, ia berkata: “Rasulullah Saw pernah qunut selama satu bulan setelah bangkit dari ruku’, yakni mendo’a kebinasaan untuk satu kabilah dari kabilah-kabilah Arab, kemudian beliau meninggal-kannya (tidak melakukannya lagi).” [Shahih Ahmad no. 4089], Shahih Bukhari no.677 (304),  Muslim [Sunan II/203-204], an-Nasaa-I [Syarah Ma’anil Atsar (I/245)], ath-Thahawi2]
Dalam hadits Ibnu Abbas dan hadits Anas dan beberapa hadits lain Menunjukkan bahwa pertama kalinya  qunut itu dilakukan ialah pada waktu Bani Sulaim yang terdiri dari Kabilah  Ri’lin, Hayyan, Dzakwan dan ‘Ushayyah meminta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mau mengajarkan mereka tentang Islam. Maka, kemudian Rasulullah saw mengutus kepada mereka tujuh puluh orang qurra’ (para penghafal al-Qur'an), sesampainya di sumur Ma’unah, mereka  (para qurra’) itu dibunuh semuanya. Pada saat itu, tak ada kesedihan yang lebih  menyedihkan yang menimpa Rasulullah saw. selain kejadian itu. Maka kemudian Rasulullah qunut selama satu bulan, yang kemudian beliau tinggalkan da tidak Ia lakukan lagi
Di antaranya adalah hadits Ibnu ‘Umar dan Abu Hu-rairah di bawah ini:
Dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah saw ketika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ di raka’at yang terakhir ketika shalat Shubuh, ia membaca:
 “Allahummal ‘an fulanan wa  fulanan wa fulanan (Ya Allah laknatlah si fulan dan si fulan dan si fulan)  sesudah ia membaca Sami’allaahu liman hamidahu. Kemudian Allah menurunkan ayat (yang artinya): ‘Sama sekali soal (mereka) itu bukan menjadi  urusanmu, apakah Allah akan menyiksa mereka atau akan mengampuni mereka. Maka sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang zhalim.’” [Ali ‘Imraan: 128] [Hadits shahih riwayat Ahmad (II/147)]
Dari Abu Hurairah, “Sesungguhnya Nabi Saw, apabila hendak mendo’akan kecelakaan atas seseorang atau mendo’akan kebaikan  untuk seseorang, beliau mengerjakan qunut, dan kemungkinan apabila ia membaca: Sami’allahu liman hamidah, (lalu) beliau membaca, ‘Allahumma… dst. (yang artinya: Ya Allah, selamatkanlah Walid bin Walid dan Salamah bin Hisyam dan ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang  yang tertindas dari orang-orang Mukmin. Ya Allah, keraskanlah siksa-Mu atas  (kaum) Mudhar, Ya Allah, jadikanlah atas mereka musim kemarau seperti  musim kemarau (yang terjadi pada zaman) Yusuf.’”
Abu Hurairah berkata, “Nabi keraskan bacaannya itu dan ia membaca dalam akhir shalatnya dalam shalat Shu-buh: Allahummal ‘an fulanan… dan seterusnya (Ya Allah, laknatlah si fulan dan si fulan) yaitu (dua orang) dari dua  kabilah bangsa Arab, sehingga Allah menurunkan ayat: ‘Sama sekali urusan  mereka itu bukan menjadi urusanmu... (dst).’” [Hadits shahih riwayat  Ahmad ii/255 dan al-Bukhari No 4560]








2 Hadits ini telah diriwayatkan pula oleh Abu Dawud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya no.1989, Abu Dawud no.1445, sebagaimana juga telah disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Bulughul Maram no.287, lihat juga kitab Irwaa-ul Ghalil II/163.
Dan dari Abu Hurairah, Ia berkata, “Sungguh aku akan mendekatkan kamu dengan shalat Rasulullah Saw. Maka, Abu Hurairah kemudian qunut dalam raka’at yang akhir dari shalat Zuhur, ‘Isya dan shalat Shubuh, sesudah ia membaca doa I’tidal maka Beliau mendoakan kebaikan untuk orang-orang Mukmin dan melaknat orang-orang kafir.” [Hadits shahih riwayat Ahmad (II/255), al-Bukhari (no. 797) dan Muslim (no.676 (296), ad- Daraquthni (II/37 atau II/165) cet. Darul Ma’rifah.]
Memang Rasulullah Saw pernah qunut pada shalat Shubuh, begitu  juga Abu Hurairah, akan tetapi perlu di ingat, bahwa hal itu bukanlah semata-mata dilakukan pada shalat Shubuh saja! Sebab apabila qunut itu dibatasi hanya pada shalat Shubuh, maka hal tersebut akan  bertentangan dengan riwayat yang sangat banyak yang menyebutkan bahwasannya Beliau melakukan qunut pada lima waktu shalat yang wajib. Menurut  hadits yang keenam bahwa Rasulullah saw tidak qunut melainkan apabila beliau akan mendo’akan kebaikan atau mendo’akan kebinasaan untuk suatu  kaum. Maka jikalau Beliau qunut itu berarti menunjukkan adanya suatu musibah yang menimpa ummat  Islam dan dilakukan selama satu bulan. 3

MAKNA NAZILAH
Kata an-Nazilah” artinya: Musibah, bencana, malapetaka.
Jadi, qunut Nazilah yaitu qunut yang di lakukan dengan bertujuan untuk mendo’akan kebaikan (kemenangan) bagi kaum Muslimin dan mendo’akan kecelakaan (kebinasaan) bagi kaum Kafir atau Musyrik yang menjadi musuh Islam. Hukum qunut Nazilah ini adalah sunnat dan di lakukan di dalam lima waktu shalat wajib; Shubuh, Zhuhur, ‘Ashar, Magh-rib dan Isya’.  






BERAPA MASALAH PENTING BERKENAAN DENGAN QUNUT

Selain qunut Nazilah ada qunut witir, yaitu yang dilakukan sebelum ruku’ pada raka’at terakhir dari shalat Witir, dengan dasar hadits dari Ubay bin Ka’ab: “Bahwa Rasulullah Saw.melakukan qunut dalam shalat witir sebelum ruku’. 4
Hukum qunut Witir ini adalah sunnah, anjuran melakukan qunut ini telah disebutkan hadits-hadits yang menunjukkan adanya qunut pada shalat Shubuh, Zhuhur, ‘Ashar, dan ‘Isya, adapun yang menerangkan adanya qunut pada shalat Maghrib, adalah hadits Bara’ bin ‘Azib: Dari Baraa’ bin ‘Azib, “Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah qunut dalam shalat Shubuh dan Maghrib.”
 [Hadits shahih riwayat Ahmad IV/285, Muslim no.678 (306), Abu Dawud no.1441, at-Tirmidzi no.401, an-Nasaa-i II/202, ad-Dara- quthni II/36, al-Baihaqi II/198, ath-Thahawi II/242, Abu Dawud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya  no.737, lafazh ini milik Muslim.]











4HR. Abu Dawud no. 1427, Ibnu Majah no. 1182, sanad hadits ini shahih [lihat Irwaa-ul ghaliil I/167 hadits no.426 dan Shahih Sunan Abi Dawud no. 1266]
TENTANG MENGANGKAT TANGAN KETIKA MEMBACA DO’A QUNUT

Tentang mengangkat tangan saat membaca qunut,ada hadits-hadits yang sah, baik qunut Nazilah maupun qunut witir, di antara dalilnya adalah: Dari Tsabit, dari Anas bin Malik tentang peristiwa al-Qurra’ (pembaca al-Qur’an) dan terbunuhnya mereka, bahwasanya ia (Anas) berkata: “Aku telah melihat Rasulullah Saw setiap kali shalat Shubuh, beliau mengangkat kedua tangannya mendo’akan kecelakaan atas mereka, yakni orang-orang yang membunuh mereka.”

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (II/211), dan ia berkata: “Beberapa Shahabat mengangkat  tangan mereka ketika Qunut, di samping yang kami riwayatkan dari Anas bin Malik dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Beliau juga berkata : “Riwayat bahwa ‘Umar bin al-Khaththab r.a
mengangkat tangan ketika Qunut adalah shahih.” [Al-Baihaqy, II/212]









5 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (II/302 atau II/202 no. 12), di-katakan oleh al-Hafizh dalam ad-Diraayah: “Sanadnya hasan.” Syaikh al-Albani berkata: “Sanadnya jayyid, menurut syarat Muslim.” (Irwaa-ul ghaliil II/166)
6 Mukhtashar Qiyamul Lail hal. 125, lihat juga at-Tarjih Fii Masaa-ilith Thaharah Wash Shalah oleh DR.Muhammad bin Umar Bazmul hal. 362-385, cet. Daarul Hijrah th. 1423 H/2003 M
TENTANG MENGUSAP WAJAH SETELAH QUNUT ATAU BERDO’A
Begitu pula tentang mengusap wajah sesudah qunut atau do’a, maka di klasifikasikankan adalah sebagai berikut :
1.   Tidak ada satu pun hadits yang shahih tentang mengusap wajah dengan telapak tangan setelah berdo’a. karena Semua hadits-haditsnya sangat lemah dan tidak bisa dijadikan  hujjah, jadi tidak boleh dijadikan alasan tentang bolehnya mengusap.
2.   Karena tidakdi contohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mengamalkannya merupakan perbuatan bid’ah [Irwaa-ul Ghaliil II/178-182,Shahih Kitab al-Adzkar wa Dha’ifuhu hal. 960-962]
3. Tidak ada satu pun riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa  sallam dan tidak juga dari para Shahabatnya tentang mengusap muka sesudah qunut  nazilah.
4.   Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Adapun tentang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya di waktu berdo’a, maka sesungguhnya telah datang hadits-hadits yang shahih (lagi) banyak jumlahnya. Sedangkan tentang  mengusap muka, tidak ada satu pun hadits yang shahih, ada satu dua hadits, tetapi tidak dapat dijadikan hujjah [Majmu’ Fataawaa Ibnu Taimiyyah XXII/5192]
5.   Imam Al-‘Izz bin Abdis Salam berkata: “Tidaklah (yang melakukan) mengusap muka  melainkan orang yang bodoh.” [Irwaa-ul ghaliil II/182, Shahih Kitab al-Adzkar wa  Dha’ifuhu hal. 960-962]
6.   Imam An-Nawawy berkata: “Tidak ada sunnahnya mengusap muka.”[ Irwaa-ul ghaliil  II/182, Shahih Kitab al-Adzkar wa Dha’ifuhu hal. 960-962]
7.   Imam Al-Baihaqi juga menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun dari ulama Salaf  yang melakukan pengusapan wajah sesudah do’a qunut dalam shalat.77 Sunanul Kubra al-Baihaqi II/212 Lihat juga kitab Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, XXII/519, lihat juga Do’a & Wirid hal. 68-69, cet. IV, oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas



HUKUM QUNUT
Jadi hokum dari qunut adalah sunnnah, mengingat hadist-hadist shahih di atas yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw hanya melaksanakan qunut pada saat-saat tertentu saja. Meskipun ada hadist yang menunjukkan bahwa Rasulullah saw pernah qunut adalah dha’if belaka, mengingat adanya sanad yang lemah.
Telah kita ketahui bersama bahwasannya Rasulullah saw pernah melaksanakan shalat dengan qunut itu bukan hanya pada shalat shubuh saja akan tetapi pada setiap shalat fardhu, itu di lakukan karena pada saat itu terjadi peperangan oleh umat islam dan pembakaran al-qur’an jadi Rasulullah qunut dengan bertujuan untuk mendoakan mereka yang keji itu untuk sebuah kutukan, setelah sebulan yakni pertempuran itu selesai maka Rasulullah meninggalkan qunut. Adapun ada hadist yang menjelaskan tentang qunut pada setiap shalat shubuh oleh Rasulullah saw adalah dza’if, yakni adanya sanad yang lemah karena adanya seseorang yang bernama Abu Ja’far ar-Razy yang di nilai lemah oleh para ahli hadist.














KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah tersebut tentang qunut adalah bahwasannya qunut itu tidak di anjurkan dan sunnah hukumnya, di katakan demikian karena Rasul juga pernah melakukan hal itu meskipun Beliau tidak meneruskannya hingga Ia wafat dan pada saat-saat tertentu saja yakni dalam masa pertempuran atau musibah oleh ummat islam. Dan sejauh ini belum di temukan hadist yang melarang qunut, jadi tidak ada dosa bagi orang yang shalat melaksanakan qunut meskipun tidak ada anjurannya mengingat Rasulullah pernah melakukannya jadi hal itu masih aman-aman saja.

1.   Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam qunut  Shubuh terus-menerus sampai meninggal dunia semuanya dha’if (lemah) dan tidak dapat dijadikan hujjah.
2.   Kita wajib mengikuti Sunnah Nabi saw. karena sebaik-baik  petunjuk adalah petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
3.   Qunut Nazilah disyari’atkan oleh Nabi saw. Dan dikerjakan di lima waktu shalat yang wajib (Zhuhur, Ashar, Maghrib, ‘Isya dan   Shubuh). Dan tempat berdo’anya adalah di raka’at yang akhir sesudah bangkit dari  ruku’ dan hukumnya sunnat.
4.   Hukum qunut Shubuh terus-menerus adalah bid’ah.
5.   Bacaan do’a qunut yang berbunyi : “Allahumma ihdinii fiiman hadayt ...” Adalah  bacaan untuk do’a qunut Witir dan bukan bacaan do’a qunut Nazilah, sebagaimana  yang telah diamalkan oleh kebanyakan kaum Muslimin pada saat ini dan di negeri ini  khususnya.
6.   Mengangkat tangan ketika membaca do’a qunut telah sah sunnahnya.
7.   Begitu juga membaca amin.
8.   Mengusap wajah sesudah qunut atau do’a, tidak ada satu pun riwayat yang sah.  Maka, perbuatan ini adalah bid’ah. 8
8 Irwaa-ul Ghaliil fii Takhriiji Ahaadits Manaaris Sabiil II/178-182, hadits no. 433-434 dan Shahih al- Adzkaar wa Dha’iifuhu hal. 960-962.
DAFTAR PUSTAKA
1.       Hadist  Explorer
2.      Hussein Bahreisy, Kuliah Syari’at,Surabaya,Penerbit : Tiga Dua, 1999



Blog : arilestari02@gmail.com



































Kamis, 20 November 2014

Mengapa Wanita Harus Berhijab?



Oleh :
Sri Lestari
201410020311045
                       


Pertanyaan ini sangat penting namun jawabannya justru jauh lebih penting. Satu pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang cukup panjang. Jilbab atau hijab merupakan satu hal yang telah diperintahkan oleh Sang Pembuat syariat. Sebagai syariat yang memiliki konsekwensi jauh ke depan, menyangkut kebahagiaan dan kemashlahatan hidup di dunia dan akhirat. Jadi, persoalan jilbab bukan hanya persoalan adat ataupun mode fashion Jilbab adalah busana universal yang harus dikenakan oleh wanita yang telah mengikrarkan keimanannya. Tak perduli apakah ia muslimah Arab, Indonesia, Eropa ataupun Cina. Karena perintah mengenakan hijab ini berlaku umum bagi segenap muslimah yang ada di setiap penjuru bumi.

Berikut kami ulas sebagian jawaban dari pertanyaan di atas:

1.       Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan RasulNya.
Ketaatan merupakan sumber kebahagian dan kesuksesan besar di dunia dan akherat. Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman manakala ia enggan merealisasikan,mengaplikasikan serta melaksanakan segenap perintah Allah dan RasulNya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. [Al Ahzab:71]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ذَاقَ طَعْمَ الإِيماَنِ مَنْ رَضِيَ بالله رَباًّ وَبالإسْلامِ دِيْناً وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلًا.

Sungguh akan merasakan manisnya iman, seseorang yang telah rela Allah sebagaiRabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul utusan Allah”. [HR Muslim].

Kedua : Pamer aurat dan keindahan tubuh merupakan bentuk maksiat yang mendatangkan murka Allah dan RasulNya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُّبِينًا

Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. [Al Ahzab:36].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافىً إلاَّ المُجَاهِرُن.

Setiap umatku (yang bersalah) akan dimaafkan, kecuali orang yang secara terang-terangan (berbuat maksiat)”. [Muttafaqun alaih].

Sementara wanita yang pamer aurat dan keindahan tubuh sama artinya dia telah berani menampakkan kemaksiatan secara terang-terangan.

Ketiga : Sesungguhnya Allah memerintahkan hijab untuk meredam berbagai macam fitnah (kerusakan)

Jika berbagai macam fitnah redup dan lenyap, maka masyarakat yang dihuni oleh kaum wanita berhijab akan lebih aman dan selamat dari fitnah. Sebaliknya, masyarakat yang dihuni oleh wanita yang gemar bertabarruj (berdandan seronok), pamer aurat dan keindahan tubuh, sangatlah rentan terhadap ancaman berbagai fitnah dan pelecehan seksual serta gejolak syahwat yang membawa malapetaka dan kehancuran yang sangat besar. Jasad yang bugil jelas akan memancing perhatian dan pandangan berbisa. Itulah tahapan pertama bagi penghancuran dan pengrusakan moral dan peradaban sebuah masyarakat.

Keempat : Tidak berhijab dan pamer perhiasan akan mengundang fitnah bagi laki-laki.

Seorang wanita apabila memamerkan bentuk tubuh dan perhiasannya di hadapan laki-laki non mahram, jelas akan mengundang perhatian kaum laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Jika ada kesempatan mereka pasti akan memangsa dengan ganas laksana singa sedang kelaparan.
Seorang penyair berkata,

نظرة فإبتسامة فسلام * فكلام فموعد فلقاء.

Berawal dari pandangan lalu senyuman kemudian salam disusul pembicaraan lalu berakhir dengan janji dan pertemuan”.

Kelima : Seorang wanita muslimah yang menjaga hijab, secara tidak langsung ia berkata kepada semua kaum laki-laki,“Tundukkanlah pandanganmu, aku bukan milikmu dan kamu juga bukan milikku. Aku hanya milik orang yang dihalalkan Allah bagiku. Aku orang merdeka yang tidak terikat dengan siapapun dan aku tidak tertarik dengan siapapun karena aku lebih tinggi dan jauh lebih terhormat dibanding mereka.”

Adapun wanita yang bertabarruj atau pamer aurat dan menampakkan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki hidung belang, secara tidak langsung ia berkata, “Silahkan anda menikmati keindahan tubuhku dan kecantikan wajahku. Adakah orang yang mau mendekatiku? Adakah orang yang mau memandangku? Adakah orang yang mau memberi senyuman kepadaku? Ataukah ada orang yang berseloroh,“Aduhai betapa cantiknya dia?”. Mereka berebut menikmati keindahan tubuhnya dan kecantikan wajahnya hingga mereka pun terfitnah.

Manakah di antara dua wanita di atas yang lebih merdeka? Jelas, wanita yang berhijab secara sempurna akan memaksa setiap lelaki untuk menundukkan pandangan mereka dan bersikap hormat ketika melihatnya, hingga mereka menyimpulkan bahwa dia adalah wanita merdeka, bebas dan sejati.

Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan hikmah di balik perintah mengenakan hijab dengan firmanNya.

ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”. [Al Ahzab : 59]

Wanita yang menampakkan aurat dan keindahan tubuh serta kecantikan parasnya, laksana pengemis yang merengek-rengek untuk dikasihani. Tanpa sadar mereka rela menjadi mangsa kaum laki-laki bejat dan rusak. Dia menjadi wanita terhina, terbuang, murahan dan kehilangan harga diri dan kesucian. Dan dia telah menjerumuskan dirinya dalam kehancuran dan malapetaka hidup.

SYARAT-SYARAT HIJAB
Hijab sebagai bagian dari syariat islam, memiliki batasan-batasan jelas. Para ulama pembela agama Allah telah memaparkan dalam tulisan-tulisan mereka seputar kriteria hijab. Setiap mukminah hendaknya memperhatikan batasan syariat berkaitan dengan hijab ini. Menjadikan Kitabullah dan Sunnah NabiNya sebagai dasar rujukan dalam beramal, serta tidak berpegang kepada pendapat-pendapat menyimpang dari para pengekor hawa nafsu. Dengan demikian tujuan disyariatkanya hijab dapat terwujud, bi’aunillah.

Diantara syarat-syarat hijab antara lain:

Pertama : Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh sedikitpun selain yang dikecualikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَيُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّمَاظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka”. [An Nuur:31].

Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {59}* لَّئِن لَّمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لاَيُجَاوِرُونَكَ فِيهَآ إِلاَّ قَلِيلاً

Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin,“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. [Al Ahzab : 59].

Kedua : Hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan mahram. Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

-. Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal tidak menampakkan warna kulit tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut bukan dijadikan sebagai perhiasan bahkan harus memiliki satu warna bukan berbagai warna dan motif.
-. Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.

من لبس ثوب شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة ثم ألهب فيه النار.

Barangsiapa yang mengenakan pakaian kesombongan di dunia maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan nanti pada hari kiamat kemudian ia dibakar dalam Neraka”. [HR Abu Daud dan Ibnu Majah, dan hadits ini hasan]

-. Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum atau wewangian. Dasarnya adalah hadits dari Abu Musa Al Asy’ary Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

أَيُّماَ امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَليَ قَوْمٍ لِيَجِدوُا رِيْحَهَافهي زَانِيَةٌ.

Siapapun wanita yang mengenakan wewangian lalu melewati segolongan orang agar mereka mencium baunya, maka ia adalah wanita pezina”. [HR Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi, dan hadits ini Hasan]

Ketiga : Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian laki-laki atau pakaian wanita kafir. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.

Barangsiapa yang menyerupai kaum maka dia termasuk bagian dari mereka”. [HR Ahmad dan Abu Daud]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk laki-laki yang mengenakan pakaian wanita serta mengutuk wanita yang berpakaian seperti laki-laki. [HR Abu daud Nasa’i dan Ibnu Majah, dan hadits ini sahih].

Catatan :
Syaikh Albani dalam kitabnya Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah Fil Kitab Was Sunnah mengatakan, menutup wajah adalah sunnah hukumnya (tidak wajib) akan tetapi yang memakainya mendapat keutamaan. Wallahu a’lam

Tulisan ini saya tujukan kepada saudari-saudariku seiman yang sudah berhijab agar lebih memantapkan hijabnya hanya untuk mencari wajah Allah. Juga bagi mereka yang belum berhijab agar bertaubat dan segera memulainya sehingga mendapat ampunan dari Allah Azza wa Jalla.

Wallahu waliyyut taufiq
(Ummu Ahmad Rifqi )

Maraji’:
-Al Afrah, Ahmad bin Abdul Aziz Hamdani.
-Tanbihaat Ahkaami Takhtasu Bil Mukminaat, Dr. Shalih Fauzan bin Abdullah Al Fauzan.
-Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah Fil Kitabi Was Sunnah, Syaikh Nashiruddin Al Albani.

2.       Menjaga Kehormatan Wanita dengan Berhijab
Berhijab merupakan kewajiban yang harus ditunaikan bagi setiap wanita muslimah. Hijab merupakan salah satu bentuk pemuliaan terhadap wanita yang telah disyariatkan dalam Islam. Dalam mengenakan hijab syar’i haruslah menutupi seluruh tubuh dan menutupi seluruh perhiasan yang dikenakan dari pandangan laki-laki yang bukan mahram. Hal ini sebagaimana tercantum dalam firman Allah Ta’ala:
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya.” (Qs. An-Nuur: 31)
Mengenakan hijab syar’i merupakan amalan yang dilakukan oleh wanita-wanita mukminah dari kalangan sahabiah dan generasi setelahnya. Merupakan keharusan bagi wanita-wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam untuk meneladani jejak wanita-wanita muslimah pendahulu meraka dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam masalah berhijab. Hijab merupakan cermin kesucian diri, kemuliaan yang berhiaskan malu dan kecemburuan (ghirah). Ironisnya, banyak wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam keluar di jalan-jalan dan tempat-tempat umum tanpa mengenakan hijab, tetapi malah bersolek dan bertabaruj tanpa rasa malu. Sampai-sampai sulit dibedakan mana wanita muslim dan mana wanita kafir, sekalipun ada yang memakai kerudung, akan tetapi kerudung tersebut tak ubahnya hanyalah seperti hiasan penutup kepala.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
Semoga Alloh merahmati para wanita generasi pertama yang berhijrah, ketika turun ayat:
dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,” (Qs. An-Nuur: 31)
Maka mereka segera merobek kain panjang/baju mantel mereka untuk kemudian menggunakannya sebagai khimar penutup tubuh bagian atas mereka.”
Ketiga : Sesungguhnya Allah memerintahkan hijab untuk meredam berbagai macam fitnah (kerusakan)

3.       Tidak berhijab dan pamer perhiasan akan mengundang fitnah bagi laki-laki.

Kelima : Seorang wanita muslimah yang menjaga hijab, secara tidak langsung ia berkata kepada semua kaum laki-laki,“Tundukkanlah pandanganmu, aku bukan milikmu dan kamu juga bukan milikku. Aku hanya milik orang yang dihalalkan Allah bagiku. Aku orang merdeka yang tidak terikat dengan siapapun dan aku tidak tertarik dengan siapapun karena aku lebih tinggi dan jauh lebih terhormat dibanding mereka.”

Setelah kita baca di atas manfaatnya untuk para wanita yang berhijab, tidak lupa juga untuk wanita berhijab sudah berkeluarga. Betapa indahnya jika keindahan tubuh yang wanita miliki hanya diperuntukkan untuk suami tercinta, hanya sang suami yang dapat melihat dan menyentuhnya.
Setiap rumah tangga yang memiliki istri sholeha di dalamnya akan menjadi rumah tangga yang tenteram dan damai karena sang istri mampu menjaga kehormatan suaminya dengan tidak membiarkan lelaki lain untuk mendekatinya. Wanita yang sering memamerkan tubuhnya akan mengundang kaum pria untuk mendekatinya, dan mengajaknya berkenalan. Hal-hal tersebut yang kadang menyebabkan terjadinya perselingkuhan.

Daftar Pustaka
Ahmad, Ummu. (2010). Mengapa Wanita Harus Berhijab, from https://salafiyunpad.wordpress.com , 20 November 2014
Foldism, Ian. (2013). Pentingnya Kenapa Wanita Harus Berhijab, from http://blog-kuliah.blogspot.com, 20 November 2014
Amelia, Rizqi (2011). Menjaga Kehormatan Wanita dengan Berhijab, from itarizki.blogspot.com,  20 November 2014

Selasa, 04 November 2014

MEMEGANG KEMALUAN SETELAH WUDHU



(1)
Hadist pertama

Di antara yang membatalkan wudhu dan masih terjadi perbedaan pendapat di antara fuqaha adalah memegang kemaluan dengan tangannya. Pertama, sama sekali tidak batal. Kedua, membatalkan wudhu dalam kondisi apapun.

(1) وِعن طلق ابن علي قال : قال رجل مسست ذكري او قال الرجل يمس ذكره في الصلاة اعليه الو ضوء فقا ل النبي صلي الله عليه وسلم لا انما هو بضعة منك اخرجه الخمسة وصححه ابن حبان وقال ابن المديني هو احسن من حديث بسرة
Dan dari Thalq bin Ali berkata : “berkata seorang laki-laki : memegang aku akan dzakarku atau berkata dia : seorang laki –laki memegang dzakarnya di dalam shalat, adakah atas nya whudu’ ? maka bersabdah Rasulullah SAW : ‘’tidak” sesungguhnya ia hanya sebagian darimu”
Mengeluarkan akan imam lima  dan menshahihkan akan dia ibnu hibban dan berkata ibnul Madiniy : “ia lebih bagus dari pada hadist Busrah”
Penjelasan :

Jelas bahwa hadist ini menunjukkan bahwa memegang dzakar tidak membatalkan wudhu baik dzakarnya sendiri maupun dzakarnya orang lain.
Berpegang pada hadist ini ulama-ulama Hanafiah
Adapun imam Syafi’i, dengan tegas beliau berpendirian bahwa memegang dzakar membatalkan wudhu,
Dari pada Bhusrah RA Bahwa Rasulullah bersabda : Barang siapa memegang akan dzakarnya maka whudu lah dia”
Mengeluarkan akan dia imam  lima dan menshahihkan  akan dia imam tirmidzi  dan ibnu hibban dan berkata imam bukhari : dia paling shahihnya sesuatu di dalam bab ini”
Hadist bhusrah ini adalah pegangan imam safi’i yang berpendirian bahwa memegang dzakar membatalkan whudhu,

(2)
Hadist kedua

(2)ايما رجل مس فرجه فليتوضاء, و ايما امرأة مست فرجه فليتوضاء

“lelaki yang menyentuh kemaluannya (farji’), maka wajiblah ia berwhudu’ dan perempuan yang menyentuh kemaluannya atau (farjaha), wajiblah ia berwhudu’ “.
(Riwayat Ahmad dan Al-Baihaqi)

Pendapat yang rajjih adalah pendapat jumhur selain ulama madzhab Hanafi, karena hadist yang di riwayatkan Talk bin Ali adalah hadist dhoif atau telah di manshuk. Ia di anggap lemah oleh Syafi’i Abu Hatim Abu Zur’ah, Ad-Daroquthny Al Baihaqy,dan ibnu Jauzi. Ia di anggap sebagai hadist yang di mansukh oleh ibnu Hibban At-Thabrani,Ibnul Arabi, Al hazimi,dll.

Sebab memegang dzakar adalah masalah yang sering menimpa bnyak orang dan sering terjasdi di antara mereka, maka pastilah yang demikian itu akan di terangkan oleh Rasulullah SAW, dengan keterangan yang sangat umum yang di nukil kepada mereka dan akan di kenal di antara kaum muslimin. Dan merupakan sesuatu yg tidak bisa di bayangkan bahwa yang demikian hnya di ketahui oleh satu atau dua orang diantara mereka tanpa yang lain,
Tidak ada satu hadistpun yang shahih dalam masalah ini kecuali hadist bhusrah binti shafwan , anehnya adalah bahwa masalah yang menyangkut masalah laki-laki ini tidak di riwayatkan kecuali oleh seorang perempuan, andai saja kita menyatakan ke shahihan  hadist bhusrah maka kami nyatakan bahwa yang demikian itu adalah anjuran sifatnya, ini sesuai dengan pkok pemikiran  yang saya pilih sebelumnya bahwa  “asal dari perintah-perintah nabi adalah anjuran (istihbad)” kecuali ada dalil yang mengidifikasi pada kewajibannya.
Syaikhul islam Ibnu Thaimiyyah berkata : yang tampak dari dari hadist di atas adalah bahwa perintah whudu’ karna memegang dzakar itu adalah anjura dan bukan perintah wajib
Demikian Imam Ahmadmenjelaskan dengan jelas dari salah satu dari dua riwayat darinya ....dengan demikian hadsist dan atsar bisa diartikan  bahwa yang demikian  itu adalah anjuran , dan tidak ada nasakh  terhadap sabdanya “bukankah dia bagian dari tubuhmu”
Menyatakan bahwa perintah adalah anjuran jau lebih utama dari pada mengatakan nbahwa itu adalah telah di nasakh
Jadi hadis yang pertama yang lebih kuat dan boleh di pakai


Refrensi
Ø  Fikih Thaharah karya Dr. Yusuf Al-Qaradhawi
Ø  Terjemahan Bulughul Maram juz 1-2 Oleh K.H Bisri Mustofa